Buat para pembaca blog gue yang masih bisa dihitung jari, gue mau cerita tentang sebuah pengalaman pribadi tapi bukan seperti curhat atau perilaku cengeng lainnya, hanya cerita biasa namun ini pengalaman yang bisa dibilang sedikit random, yaitu saat lagi pulang bareng temen gue namanya ridwan, gue ceritain pake alur maju aja ya brur jadi baca dulu baru dong judul ceritanya. Dimulai ketika kami selesai ekstrakulikuler berenang. Gue sama temen gue namanya ridwan baru mau keluar dari tempat parkir dan hendak mengambil barang titipan di loket masuk, biasa brur takut ilang kalau ditinggal renang walaupun barang titipannya cuman dompet sebiji isinya cuman kertas 6 ribu rupiah, logam 5 biji 500an dan nggak kalah pentingnya hp berkaret biar chasing nggak copot (dengan merk dan seri disamarkan). Lanjut, setelah mengambil barang-barang pusaka, ridwan sama gue langsung cabut kerumah ridwan, mau nganter dia pulang dulu. Baru dua blok dari tempat parkir kolam renang (pake kata blok soalnya kalau pake kata kampung terkesan kurang gahol), ridwan memulai percakapan ringan, ridwan: ras. gue: yap ? ridwan: sekarang PSIM tanding kan ? (PSIM=klub sepakbola kebanggaan jogja) farras: iya wan gue tadi diajak temen gua nonton. kompak kami berdua: (melihat kelangit) terlihat mendung dan sedikit gerimis. farras: kayaknya bakal nggak beres wan (maksudnya hujan/mau ada hal negatif, ambigu) ridwan: ayo pake mantrol aja. farras. oke. Lalu kami turun dari motor dan memakai mantrol, setelah selesai kami melanjutkan perjalanan pulang. Diperjalanan hujan malah tambah deras. Kembali terjadi percakapan ringan. farras: untung pake mantrol. ridwan: iya, ras jangan salah jalan lagi (kebiasaan buruk gue biasa nggak pernah hafal jalan) farras: beres. Setelah melewati perempatan titik nol jogja gue lurus, emang nggak salah jalan tapi gue baru nyadar ini jalan menurut buku pemetaan supporter termasuk jalur merah. Baru selesai mikir dari depan kami udah ketemu satu batalion Brajamusti (salah satu kelompok supporter fanatik PSIM) dengan atribut lengkap. Kami kemudian berjalan pelan-pelan karena ingin cari aman namun dari belakang kami menyusul satu batalion Brajamusti yg lain.Gue sama ridwan pun akhirnya terjebak diantara mereka, daripada kalau diem aja kami malah diapa-apain gue sama ridwan punya ide gimana kalau ikut teriak-teriak sama nyanyi, kami pun malah menikmati bersama mereka secara mereka juga cuman seumuran kami jadi gampang nimbrungnya. Tetapi hal yg tidak diinginkan terjadi di perempatan jalan deket rumah sakit pku segrombolan Hongip (bahasa preman buat polisi) membuat formasi ditengah jalan dan menghentikan dua batalion Brajamusti bersama kami, para Hongip kemudian menggeladah para Brajamusti, gue sama ridwan udah bingung takut digeledah juga apalagi kami nggak punya SIM. Tapi untungnya yg digeledah cuman yg pake jersey sama atribut PSIM. Jadi gue sama ridwan merasa lega namun tanpa sadar dari belakang terdengar suara teriakan orang dan motor cukup menggelegar ada juga bapak-bapak yg memanggil polisi untuk menyuruh mereka menghentikan aksinya dan menggeledah mereka tapi setelah saya melihat kebelakang terlihat ratusan maident (kelompok supporter fanatik psim yg lain), bapak-bapak yg tadi langsung lari masuk sebuah toko, aku melihat ridwan dengan pandangan khawatir, ridwan pun pun juga secara maident memiliki record yg cukup membuat mental drop. Setelah mereka mendekat, segrombolan polisi bukannya menggeledah malah berlari dan berbicara pada HT nya karena para polisi hanya disamping gue, gue nguping terdengar ia meminta bantuan polisi PHH tril (polisi huru-hara yg pake motor tril) tapi dari arah samping terihat satu polisi pake tril malah berhenti di pos tak bergerak. Tak lama ratusan maident udah berada diantara gue sama ridwan, melihat orang-orang yg mimpin mereka dengan motor RX-king dan tatto sekujur lengan gue sama ridwan pun takut brur secara polisi aja lari apalagi kami dua pelajar polos, lugu, dengan kadar dosa yg berbeda (mau tak tulis tak berdosa tapi kayaknya nggak pantes). Tapi kacaunya lagi malah pemimpin nya ngeliatin gue sama ridwan, kami nggak salting brur tapi lebih parah lagi, rasanya air kencing udah mau keluar, keringat dingin, bulu-bulu berdiri semua nggak ada yg tidur, detik warna merah di traffic light kayaknya juga nggak berdetik berubah jadi hijau. Karena gue sama ridwan diantara mereka jadi cuman bisa memberanikan diri mengikuti arah mereka jalan apalagi kami takut kalau ada kontak fisik antara mereka dan polisi namun habis gue pikir-pikir nggak mungkin (secara polisinya aja kabur). Untungnya mereka ternyata sebenernya baik sama orang-orang dijalanan, mereka nggak ganggu cuman nyanyi-nyanyi aja sama meraung-raungkan motornya. Untungnya yg kedua mereka berbelok kekanan dan sebelah kiri formasi mereka longgar saat di perempatan berikutnya, jadi gue sama ridwan langsung tancap gas belok kekiri habis itu masuk gang menuju arah rumah ridwan. Habis nganter gue langsung pulang dan tak lupa lewat jalan tikus yg penting sampe rumah.
Ini foto-foto mereka:
|
ketika ribuan supporter PSIM mengombak di Mandala |
|
pertandingan derby jogja PSIM >< PSS |
|
fanatisme dukungan supporter PSIM |
|
tragedi tembakan gas air mata di tengah-tengah pertandingan PSIM >< PSS |
|
Malioboro jadi lautan biru manusia |
Gue bangga sama PSIM apalagi suppoternya, gue berharap mereka bisa jadi supporter yg lebih dewasa, jadi kesenenangan dan fanatisme mereka nggak cuman disalurkan buat hal-hal negatif tetapi lebih kepada hal yg lebih memajukan klub tersebut.
Sebesar apapun Klub itu tetap tetap tidak terlihat tanpa Supporter yg Hebat.
Makasih buat yg udah baca cerita ini, maaf dari cerita ini ada adegan yg tidak ditulis karena ini kisah nyata sulit untuk dijelaskan, selain itu maaf kalau kata-katanya ada yg aneh atau ceritanya nggak jelas dan gue tidak mengambil gambar langsung hanya mengunduh dari goggle karena selain lagi nggak bawa kamera gue juga takut brur ngambil gambar.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar